JUJUR, penulis ialah salah seorang yang benar-benar menyukai olah raga sepak bola. Seperti seperti beberapa fans sepak bola, penulis juga tentunya mempunyai club pavorit.

Sayangnya, penulis bukan fans club yang setia pada satu club saja. Ada dua club yang sejauh ini benar-benar dekat di hati. Hingga dalam tiap laga-laganya yang ditayangkan langsung oleh tv, hampir dinyatakan tetap meluangkan diri untuk menontonnya. Tidak perduli pagi hari sekalinya, tentu dipelototin.

Ke-2 club sepak bola yang sudah membuat penulis jatuh hati itu ialah club peserta La Liga Spanyol, Barcelona serta Club Liga Inggris, Liverpool.

Kemungkinan ada yang bertanya-tanya, mengapa penulis menyenangi ke-2 club sepak bola eropa disebut. He.. he, percaya diri saja, lagi.

Fakta pertama penulis pilih Barcelona untuk club tambatan hati sebab club asal Catalan ini hampir tetap dapat tampilkan permainan sepak bola yang menarik, menghibur dengan style tiki takanya. Khususnya waktu club ini masih dibalut oleh Pep Guardiola.

Satu dua sentuhan bola yang dimainkan oleh beberapa punggawanya betul-betul sudah menyihir penulis untuk langsung jatuh hati pada club raksasa asal Spanyol ini.

Ke-2, ada figur Lionel Messi. Fakta ini sebetulnya yang betul-betul membuat jatuh hati pada Bercelona. Dengan hadirnya di club ini dibarengi kemampuan individu yang benar-benar mengagumkan jadikan sepak bola serta gelar berasa gampang di bisa.

Ya, sebab Messi juga sampai sekarang ini Barcelona jadi salah satunya club sepak bola yang dihormati oleh tim-tim mana saja.

Benar, permainan satu dua sentuhan atau tiki-taka ala pep yang dimainkan prima oleh punggawanya, khususnya si play maker jempolan Xavi Hernandez serta Andre Iniesta plus Messi untuk juru gedornya hampir tidak nampak lagi.

Tetapi, dengan masih ada sang kutu panggilan Messi, minimal Barcelona mampu tampilkan permainan-permainan magisnya. Serta yang dapat lakukan itu hanya Messi.

Dalam kata lain, semasa Messi masih bermain di Barcelona. Karena itu, semasa itu juga rasa-rasanya penulis bisa menjadi fans beratnya club peraih lima tropy liga champion itu. 

Mengapa Liverpool?

Sedang fakta menyenangi Liverpool sebetulnya bermula kesukaan penulis waktu SD membaca media massa mingguan spesial sepak bola.

Dalam media massa itu, penulis sempat membaca mengenai sejarah atau riwayat kegemilangan team asal kota dermaga ini pada tahun 70 an sampai 80-an, sebelum pada akhirnya diambil pindah oleh keperkasaan Manchester United waktu di tukangi oleh Sir Alex Perguson.

Dari sana mulai tertarik dengan club sepak bola satu ini. Sayang, semasa menekadkan diri jadi fans The Reds panggilan liverpool. Penulis tidak sempat sekalinya melihat Liverpool juara titel juara liga primer.

Walau demikian, penulis tidak sedih. Toh, mereka memenangkan pertandingan yang semakin tinggi, yaitu Liga Champion.

Gelar Liga Champion pertama yang sempat penulis tonton langsung melalui monitor kaca ialah pada musim 2004/2005 waktu menantang club raksasa asal Italia, AC Milan.

Saat itu betul-betul laga yang benar-benar menegangkan, dimana The Reds harus tertinggal terlebih dulu dengan 3 gol tanpa ada balas, melalui sepasang gol Herman Crespo serta 1 gol dari bek legendaris Milan, Paolo Maldini.

Tetapi keajaiban Istambul berlangsung. Keunggulan 3 gol Milan dapat disamakan oleh The Reds, melalui gol si kapten kesebelasan, Steven Gerard, selanjutnya diikuti Vladimir Smicer serta Xabi Alonso.

Posisi imbang ini bertahan sampai set penambahan waktu selesai. Laga juga harus diteruskan melalui set beradu penalti.

Mental pemain Milan yang telah rontok sukses digunakan The Reds, sampai set tos-tosan ini dimenangi pasukan Rafael Benitez itu.

Musim 2017/2018 The Reds kembali lagi dapat masuk final. Sayang dalam final kesempatan ini harus dapat mengaku rivalnya Real Madrid.

Tetapi kekesalan di final itu dapat ditebus pada final selanjutnya musim 2018/2019. The Reds keluar untuk juara sesudah sukses menaklukan sesam team liga primer Inggris, Totenham Hotspur.

Untuk musim 2019/2020 memang peluang Liverpool menjaga gelar Liga Champion sudah sirna. 

Tetapi ada satu hal yang sangat dinanti-nantikan oleh fans The Reds di dunia, yaitu tropy liga primer Inggris.

Agen Togel Online Terbesar Proses Transaksi Terbaik

Bagaimana tidak, team sekota dengan group musik legendaris The Beatles ini akhir kali mencicip gelar prestise domestik ini pada musim 1989/1990 atau tiga dasawarsa yang lalu. Tentu saja adalah penantian yang benar-benar lama buat club sebesar serta sehebat Liverpool.

Kesempatan untuk memperoleh tropy liga primer ini bukanlah lagi mimpi. Musim ini kelihatannya akan terjadi. Liverpool cuma perlu dua kemenangan lagi dari sembilan laga tersisa atau enam point penambahan untuk dapat menutup gelar.

Rasa-rasanya bila tidak ada keajaiban, enam point penambahan ini bukanlah kasus yang begitu susah buat Mohamad Salah serta teman-teman.

Itu dua team sepak bola pavorit penulis. Barcelona sebab ada Messi serta Liverpool sebab team Hebat.

Tinta Emas Sepak Bola Nasional

Bisa jadi, penulis ialah fans dari Barcelona serta Liverpool. Walau demikian bukan bermakna tidak menyukai tim nasional Indonesia.

Bila diminta pilih, pastinya penulis akan pilih tim nasional dibandingkan dengan Barcelona serta Liverpool. Walau prestasi tim nasional masih anjlok serta jauh dari kata membesarkan hati dari sisi prestasi.

Jangankan untuk level Asia atau serta Dunia, sebatas berkompetisi di level Asia Tenggara juga, tim nasional Indonesia masih kembang kempis. Jauh di bawah Thailand serta Vietnam.

Walau begitu bukan bermakna tim nasional Indonesia tidak pernah mencatatkan tinta emas. Team Garuda sempat mendapatkan medali emas level Asia Tenggara atau tempat Sea Games sekitar 2x. Yaitu di tahun 1987 serta 1991.

Ke-2 gelar tempat Sea Games itu jelas benar-benar membesarkan hati kita untuk masyarakat negara Indonesia.

Tetapi, sebab perolehan emas yang didapat pada Sea Games 1987 ialah kali pertamanya, jelas ini adalah perolehan yang benar-benar mengagumkan serta akan dicatat dengan tinta emas dalam riwayat perjalanan tim Garuda dari waktu ke waktu, sesudah di final menaklukkan lawan bebuyutannya Malaysia dengan score tipis 1-0.

Ribut Waidi sang Pembuat Gol Tunggal

Diambil dari The boys of 1987, mendapatkan juara karena gol menegangkan Ribut Waidi di menit ke-91. 

Ribut membuat Stadion Penting Senayan bergelora. Masalahnya semenjak SEA Games diadakan 1959 (saat itu namanya Southeast Asian Peninsula Games), Indonesia tidak pernah menjadi juara.

Perolehan paling baik Indonesia cuma jadi finalis pada edisi 1979. Di saat itu Indonesia bertindak selaku tuan-rumah. Tetapi Team Merah-Putih kalah dari Malaysia 0-1.

Kemenangan pada pertandingan pucuk SEA Games 1987 jadi tempat balas sakit hati. Kali pertamanya Indonesia mendapatkan medali emas sekaligus juga hentikan supremasi Thailand serta memasukkan negara tetangga, Malaysia.

Cara Indonesia ke arah partai final sebetulnya sangat berkelok. Pada babak penyisihan, Ricky Yakob cs maju ke semi-final dengan posisi runner-up di bawah juara bertahan Thailand.

Waktu penyisihan, ke-2 team bermain seri 0-0. Indonesia pastikan satu tempat di empat besar sesudah mencetak kemenangan 2-0 atas Brunei Darussalam.

Pada set semi-final, Garuda bertemu Burma (saat ini Myanmar) serta menang mutlak 4-1. Pada pertandingan lain, Malaysia menghajar Thailand 2-0. Khasnya, Team Harimau Malaya waktu itu juga meluncur ke semi-final dengan posisi runner-up Group A.

"Kami mengambil langkah ke SEA Games 1987 dengan yakin diri. Kompetisi ketat sekali pada saat itu. Ada kepercayaan dalam diri kami untuk mendapatkan juara," kata Rully Nere, salah satunya pemain tengah senior yang telah eksper di SEA Games.

Hadapi Malaysia pada pertandingan final membuat pemain Tim nasional Indonesia pernah tidak dapat tidur.

Persaingan ke-2 negara serta tuntutan mendapatkan juara 'menghantui' beberapa pemain. Tetapi, hal tersebut malah jadikan mental mereka kuat serta sukses melalui laga melelahkan dan menang melalui gol di menit akhir.

Itu sekelumit cerita sukses tim nasional Sea Games 1987. Walau levelnya baru hanya Asia Tenggara, buat penulis prestasi ini benar-benar mengagumkan.

Serta bila dapat meminta, penulis ikhlas tinggalkan Barcelona serta Liverpool asal prestasi mengagumkan tim nasional 1987 dapat terulang lagi oleh tim nasional Indonesia sekarang ini.